===============================================================

Suran Mbah Demang Meriah

Pelaksasnaan upacara adat Suran Mbah Demang kali (12/12/10)ini sekaligus untuk merayakan hari jadi Desa Banyuraden ke 64. Rangkaian upacara adat yang meliputi pasar malam, kirab budaya, kenduri wilujengan dan pertunjukan wayang ini sangatlah berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya terutama kirab budaya, kirab budaya kali ini dimulai dari Balai Desa Banyuraden menuju tabon Mbah Demang dan kembali lagi ke Balai Desa Banyuraden Gamping Sleman.

Selain Bregodo Kasepuhan dari Cokrowijayan, Bremoro Geni dari Dowangan, BSW dari Mejing dan Kebumen dari Delingsari Ambarketawang, kirab budaya juga dimeriahkan dengan iringan Pasukan Berkuda juga Kereta yang membawa Bupati dan Wakil Bupati Sleman, selain itu juga ditampilkan Thek-Thek dari Dusun Geplakan, Pekbung dari Dukuh, dan kesenian tradisional jathilan dari 3 (dusun) yaitu Somodaran, Turusan dan Sukunan.

Prosesi kirab di tabon Mbah Demang atau lokasi sumur bersejarah dilakukan “lung tinampen” atau serah terima pusaka, kendi ijo dan 2 (dua) buah gunungan wuluwetu dari Ki Murdo Puspito selaku pimpinan kirab kepada Trah Mbah Demang yang diwakili oleh Abdul Kadir untuk selanjutnya dibagikan untuk para pengunjung.

Usai kirab dilaksanakan dengan kenduri wilujengan di Balai Desa Banyuraden dan dilanjutkan dengan pertunjukan wayang semalam suntuk dengan lakon “Semar Boyong” oleh dalang Ki Yuwono dari Sanggar Widya Permana.

Sementara itu di rumah tabon Mbah Demang disajikan kesenian tradisional Sholawatan dilanjutkan mandi ritual jamas atau srokal yang diikuti oleh keluarga Trah Mbah Demang mulai pukul 00.00 WIB tengah malam.
Selengkapnya...

Pelangi Budaya Bumi Merapi 2010

Untuk kesekian kali, Bregodo Bremoro Geni Dowangan mengikuti kirab budaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman. Kirab kali ini berbeda dengan kirab-kirab sebelumnya, kirab kali ini menggabungkan antara budaya tradisional dengan modern. Bregodo atau prajurit tampil bersama kontingen kejuaraan nasional Drum Band se-Indonesia.
Pelangi Budaya Bumi Merapi diikuti sekitar 800 orang bregodo prajurit lengkap dengan pakaian tradisionalyang terdiri dari 15 bregodo prajurit dan kelompok kesenian yaitu Paguyuban Rias Sekar Sedah, Bregodo Bremara Geni, Tambakbaya, Kalijaga, Purbaya, Songsong Wirasuta, Bathok Bolu, Ngrowhod, Bregada Prajurit Ganggeng Samodra, Tunggulwulung, kelompok kesenian Dadhungawuk, Kuntulan, Badui, Kubrasiswa dan Dayakan.
Sedangkan para kontingen kejuaraan nasional drum band yang ikut andil di antaranya berasal dari Lhokseumawe NAD, Sumatera Selatan, Jambi, Bandar Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY.
Kirab yang dimulai dari Lapangan Denggung – Jl. Magelang – Jl. Parasamya – Lapangan Pemda Sleman ini diawali dengan pembukaan Kejurnas Drumband dan dilanjutkan dengan pentas tari kolosal "Topeng Poleng" yang diikuti 70 penari dari empat SMA di Kabupaten Sleman.
Tari kolosal Topeng Poleng ini merupakan tari kreasi baru yang merupakan perpaduan berbagai tari tradisional yang menggambarkan para prajurit yang dipimpin Sri Sultan Hamengku Buwono I berperang melawan penguasa makhluk halus di daerah Gunung Gamping.

Selengkapnya...

Tampil Beda, HUT Sleman ke 94

Berbagai kesenian tampil pada puncak peringatan hari ulang tahun ke-94 Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Upacara HUT ke-94 Kabupaten Sleman ini diikuti sekitar 3.000 bregada dari 17 kecamatan, dan seluruh Perangkat Daerah dengan inspektur upacara adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Dalam rangkaian perayaan memperingati HUT ke-94 Kabupaten Sleman diadakan kirab pusaka dan pawai bregada dengan finish di Lapangan Denggung, setelah sebelumnya pada pukul 14.30 WIB dilakukan pengambilan pusaka Kyai Turun Sih serta panji lambang daerah di Pendopo Parasamya yang diikuti oleh pembawa pusaka, paguyuban Sekar Sedah, prajurit Bremoro Geni Dowangan dan Bregodo Ganggeng Samudra.
Selain itu juga ditampilkan fragmen 'Mutiara Sembada' yang disajikan oleh gabungan dari Sanggar Tari Kembang Kusuma, Paguyuban Dayakan Simo Merapi, Siswo Kawedar, SMA Negeri 1 Seyegan, SMA Negeri 1 Sleman, dan SMA Negeri 2 Ngaglik.

Selengkapnya...

Pelangi Budaya Bumi Merapi 2009 penuh Batik

Bregodo Bremoro Geni dari Dowangan Banyuraden mengikuti Kirab Pelangi Budaya Bumi Merapi, Rabu (2/12) yang diselenggarakan oleh Dinpar. Kab. Sleman di Jalan Magelang, Sleman. Kirab tahun yang menempuh jarak sekitar tiga kilometer dari Lapangan Mlati hingga Lapangan Denggung. Kirab kali ini diikuti lebih dari 4000 peserta dari berbagai kalangan kelompok seni.

Kelompok budaya meliputi bregada prajurit tradisional, kesenian tradisional yaitu kuntulan, badui, emprak, topeng poleng, wayang orang, putri sigrak, dan paguyuban budaya, komunitas mahasiswa dan perguruan tinggi. Kelompok pariwisata dan batik meliputi perhotelan, travel agent, para pengusaha batik, desa-desa wisata, dsb.

Sedangkan acara pendukung event Pelangi Budaya Bumi Merapi yang ditampilkan berupa pentas seni budaya yang meliputi jathilan, kobrasiswa, macapat, dolanan anak, dadhung awuk, barongsai dan karawitan anak.

Karnaval Pelangi Budaya Bumi Merapi ini merupakan kegiatan budaya yang merupakan wujud nyata dari keanekaragaman potensi budaya dan seni di Kabupaten Sleman yang dieksplorasikan melalui kreativitas dan inovasi para peserta karnaval.

Peserta kirab terdiri dari pejalan kaki dan kendaraan hias. Semua peserta mengenakan pakaian batik juga ornament batik pada setiap kendaraan. Hal ini sengaja dilakukan dalam rangka memperingati pengukuhan batik sebagai warisan khas leluhur Indonesia dari UNESCO.

Event ini diharapkan menjadi sarana aktualisasi sekaligus sebagai media internalisasi potensi seni dan budaya di kalangan para pelaku seni dan budaya. Tak hanya itu, kegiatan ini juga diharapkan mampu menjadikan wahana apresiasi positif bagi masyarakat umum dan wisatawan.


Foto Tokhe on the Net : ANTARA/Wahyu Putro A/ss/pd/09

Selengkapnya...

Ngalap Berkah Lewat Gunungan

Dalam setiap upacara garebeg maulud yang diadakan oleh Kasultanan Yogyakarta, ada satu kegiatan yang tidak pernah dilewatkan oleh masyarakat. Apalagi jika bukan bagi-bagi gunungan yang selalu dinantikan oleh para pengunjung yang hadir. Saking antusiasnya masyarakat untuk mendapatkan bagian dari gunungan tersebut, mereka harus berdesakan bahkan berebutan untuk mendapatkan sesajen yang dipercaya bisa membawa berkah bagi mereka yang bisa mendapatkannya. Aksi pengunjung demikian disebut juga sebagai ngalap berkah atau mencari berkah.
Gunungan berasal dari kata gunung karena sesajen yang diusung bentuknya menyerupai gunung. Ada enam jenis gunungan yang dikenal oleh masyarakat yaitu gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan gepak, gunungan pawuhan, gunungan dharat, serta gunungan kutug/bromo. Namun dari keenam gunungan tersebut hanya lima saja yang selalu disajikan dalam setiap grebeg yaitu semua yang telah disebutkan sebelumnya, kecuali gunungan kutug/bromo. Gunungan kutug/bromo sendiri hanya dibuat setiap delapan tahun sekali, bertepatan dengan tahun Dal.
Jika Anda berkesempatan untuk menyaksikan prosesi arak-arakan gunungan pada acara grebeg mulud, maka Anda bisa melihat ada enam belas orang yang memikul setiap gunungan. Untuk gunung lanangan, diperlukan tambahan satu orang untuk memegang tongkat. Tongkat itu bukan sembarang tongkat karena salah satu ujungnya harus ditekan ke bagian puncak gunungan agar dapat tegak lurus selama diusung ke Masjid Besar melewati Sitihinggil, Tratag Pagelaran, sampai Alun-Alun Utara.
Isi dari gunungan juga bervariasi. Untuk gunungan lanang misalnya, berisi antara lain hasil tanduran atau tanaman rakyat seperti kacang panjang dan cabai merah selain adapula tumpeng nasi. Gunungan gepak terbuat dari kue-kue kecil yang memiliki lima macam warna yaitu warna kuning, biru, merah, hitam, serta hijau. Pada gunungan dharat, masyarakat bisa mendapati kue besar berbentuk lempengan yang berwarna hitam. Di sekeliling kue itu ada kue-kue ketan berbentuk lidah yang disebut ilat-ilatan (ilat adalah lidah dalam bahasa Jawa). Kue-kue berbahan ketan seperti wajik dan rengginang menghiasi gunungan wadon. Gunungan wadon jika diamati bentuknya menyerupai sebuah bunga raksasa. Sedangkan gunungan dharat bahan pembuatnya kurang lebih serupa dengan gunungan wadon.
Gunungan sendiri dipercaya sebagai simbolisasi berkah bagi masyarakat, khususnya masyarakat Jogja. Masih banyak warga Jogja yang percaya bahwa bagian sesajen itu, walau hanya sedikit, bisa mendatangkan rizki bagi mereka. Sebelum diarak dan dibagikan, gunungan-gunungan tersebut dibacakan doa-doa yang dianggap menyucikan. Karenanya gunungan juga dipercaya bisa mengusir kekuatan jahat. Begitu kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap kekuatan gunungan, tak jarang ditemui pengunjung yang hadir juga berasal dari wilayah luar Jogja.

Sumber Tokhe on the Net : trulyjogja
Selengkapnya...

Your Ad Here

Mesin Pencari Pekerjaan