===============================================================

Berebut ’Udhik-udhik’, Memburu ’Kinang’

Budaya ngalap berkah menjelang prosesi miyos gangsa Sekaten, Senin (2/3) malam di Bangsal Ponconiti, masih terasa. Ribuan orang dari berbagai wilayah memadati seputar Keben Kraton, Alun-alun Utara hingga Masjid Gedhe Kauman untuk mengikuti jalannya acara tersebut. Menandai dimulainya perayaan Sekaten dilaksanakan prosesi nyebar udhik-udhik oleh rayi dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X yakni GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat di Bangsal Ponconiti Keben.
Sekitar satu jam sebelumnya ratusan orang sudah menanti. Ada yang caos dhahar kepada gangsa Kyai Guntur Madu dan Kyai Nagawilaga yang dibunyikan oleh abdi dalem Kridha Mardawa. Mereka membawa bunga, kemenyan, kinang dan uang sekadarnya untuk wajib. Budaya seperti ini kata KRT Wasesowinoto yang mendapat dhawuh menyerahkan gamelan kepada panitia Sekaten, sudah ada sejak lama. Dulu, mereka melakukan itu dengan harapan mendapat berkah berupa ketenangan. Sampai sekarang budaya itu masih dilakukan. Selain caos dhahar udhik-udhik yang dilemparkan kedua rayi dalem itu juga menjadi sarana mencari ketenangan.
Di seputar Kraton juga bermunculan para pedagang pernak-pernik khas Sekaten ada sega gurih, pecut dan endhog abang yang berjualan setahun sekali dalam perayaan Sekaten dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Kyai Guntur Madu dan Kyai Nagawilaga dibawa dari Bangsal Ponconiti menuju Pagongan Lor dan Pagongan Kidul Masjid Gedhe Kauman menjelang tengah malam. Di Pagongan Lor dan Pagongan Kidul kedua gamelan dibunyikan sehari 3 kali kecuali hari Jumat sampai dibawa kembali Kraton pada malam menjelang grebeg Mulud. Dulu, bunyi gamelan ini digunakan untuk syiar agama memanggil masyarakat supaya beribadah.

sumber tokhe : Kedaulatan Rakyat

Your Ad Here

Mesin Pencari Pekerjaan