===============================================================

Lesehan Jogja

Cerita warung lesehan di Jogjakarta amat terkenal. Setiap wisatawan yang datang berkunjung ke Jogja, baik domestik maupun mancanegara, hampir selalu menyempatkan diri makan di warung-warung lesehan. Bahkan ada yang mengatakan, berlibur ke Jogja tidaklah afdol jika belum merasakan nikmatnya makan ala lesehan.
Warung lesehan yang melegenda di setiap telinga orang luar Jogja adalah lesehan yang terletak di kawasan Malioboro. Tak heran karena kawasan itu merupakan kawasan wisata yang amat populer sehingga kerap diasosiasikan dengan wisata Jogja. Padahal jika kita mengelilingi sudut-sudut kota Jogja, terutama di waktu malam, banyak warung lesehan yang dapat kita temui seperti di ruas Jalan Solo, Jalan Ahmad Dahlan, Jalan Magelang, Pojok Benteng Kulon dan beberapa ruas jalan lainnya.
Suasana akrab dan kesan hangat yang diciptakan oleh warung-warung lesehan menjadi data tarik bagi para pengunjung. Selain itu, gaya makan seperti itu bisa lebih mudah mencairkan suasana dan menimbulkan kebersamaan antara satu sama lain. Jika kita melihat ke masa lalu, tradisi makan bersama di lantai (tanpa kursi) sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Dengan kata lain itu merupakan kebiasaan yang diwariskan turun temurun.
Bukan karena orang dulu belum mengenal fungsi sebuah kursi sehingga mereka lebih memilih duduk di lantai. Hal itu lebih disebabkan adanya nilai-nilai persamaan atau egalitarian yang mereka pelihara. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Dengan menggunakan kursi, suasana yang terbangun adalah “ini kursi tempatku duduk!” Bandingkan dengan cara duduk lesehan di mana orang jarang sekali mengklaim kepemilikan terhadap tempat duduk, namun yang timbul justru kesan “Mari kita duduk bersama-sama di sini!”
Kebersamaan atau guyub memang sifat yang melekat pada orang Indonesia pada umumnya dan Jogja pada khususnya. Namun kita juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa ada pergeseran nilai tersebut di masyarakat. Saat ini jarang sekali orang bisa menikmati makan sebagi sebuah ajang bersosialisasi, bercengkrama dan menguatkan persaudaraan. Makan bisa jadi cuma sekedar mengisi kebutuhan perut. Setelah perut kenyang, maka urusan pun selesai.
Di warung-warung lesehan Jogja kita masih bisa melihat tradisi guyub yang merupakan warisan nenek moyang. Jika berkesempatan untuk mengunjungi warung lesehan di Jogja, pastikan anda merasakan nuansa kebersamaan yang tercipta di sana. Suasananya sangat menyenangkan, tidak formal, dan seringkali dialog antara penjual dan pembeli mengalir begitu saja, tanpa rekayasa. Pun komunikasi antar pembeli juga dengan mudah terjalin. Topik-topik yang dibicarakan di warung-warung itu pun bermacam-macam. Dari obrolan ringan seperti gosip penyanyi dangdut sampai yang serius seperti kenaikan harga BBM bisa dibacarakan di sini. Satu dua pengamen akan meramaikan suasana malam dengan iringan gitar mereka. Itulah kebersamaan yang ditawarkan oleh Jogja.

Sumber Tokhe : www.trulyjogja.com

Your Ad Here

Mesin Pencari Pekerjaan